Selasa, 27 Mei 2008

Revitalisasi BUMN di Indonesia

Ditulis dengan bangga oleh : Jalu Setio Bintoro, S.Sos
Menyambut 100 tahun kebangkitan nasional, 44 BUMN kita malah akan direncanakan untuk “dijual” pada investor asing. Tentu hal ini dari perspektif ekonomi adalah suatu langkah untuk menyelamatkan kondisi riil finansial negara. Namun apakah memang demikian jalan yang terbaik??
Apabila kita menengok lagi tentang peran BUMN (Badan Usaha Milik Negara), yang beberapa darinya mungkin dapat kita katakan sangat vital dan menguasai hajat hidup orang banyak karena adanya fungsi monopoli. Peran BUMN yang seperti itu jelas-jelas telah diatur dalam UUD 1945 pasal 33 dimana disebutkan “Tanah, air dan segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Dari sinilah tersurat bagaimana peran BUMN harus dijalankan. Dengan dikuasainya BUMN oleh negara, maka diharapkan BUMN akan memberikan keuntungan yang signifikan sebagai sumber APBN kita, dan dikelola dengan profesional sebagai suatu perusahaan pada umumnya. Namun tidaklah demikian dengan BUMN di Indonesia, keuntungan dikeruk terus, namun pengelolaan kurang diperhatikan. Para pengelola BUMN pun apatis terhadap perubahan situasi dan kondisi yang mengharuskan mereka menyesuaikan diri. Langkah-langkah pengelolaan BUMN dewasa ini terkesan “lari di tempat”. Bagaimana tidak, lihat saja berbagai kekurangan di sana sini dari berbagai sisi BUMN kita. Infrastruktur kurang memadai, kepuasan pelayanan publik kurang diperhatikan, kebocoran keuangan di sana-sini, hasil produk kurang berkualitas karena para tenaga kerja kurang bersemangat dalam bekerja dan produk-produk BUMN kurang menarik bagi konsumen, gaji pegawai rendah.
Dari berbagai kekurangan ini seharusnya BUMN berbenah ke dalam dan melihat hal ini sebagai kekurangefektifan pengelolaan, tidak kemudian menyalahkan pihak lain sehingga BUMN tidak berkembang. Satu contoh misalnya, PT. KAI (Kereta Api Indonesia), kita ketahui bersama bahwa kereta api adalah salah satu alat transportasi yang selalu digemari masyarakat. Pengembangan PT. KAI terganjal pada kondisi keuangan perusahaan. Padahal, di sisi lain, load factor PT. KAI mencapai hampir 100%. Dengan pemasukan yang dapat diperhitungkan, seharusnya PT. KAI mengalami surplus dan dapat mengembangkan sayap usahanya dengan memperbaiki infrastruktur yang ada, menambah jumlah trayek atau bahkan membuka trayek-trayek baru di pulau-pulau besar lainnya seperti Kalimantan atau Sulawesi, dan memperbaiki kesejahteraan pegawainya. Namun apa daya, yang kita saksikan selama ini, angkutan kereta api selalu penuh sesak, namun kecelakaan karena buruknya infrastruktur terjadi di sana sini.
Di bidang lain, PT DI (Dirgantara Indonesia) yang bergerak dalam bidang dirgantara dan menghasilkan produk berupa alat transportasi udara seperti pesawat terbang dan helikopter. Dahulu para pendiri PT. DI atau yang kita kenal dengan sebutan IPTN (dulu) memprediksikan bahwa pengadaan pesawat dan suku cadang bagi maskapai penerbangan komersil akan dapat dipenuhi oleh IPTN. Dengan produk kebanggaan Indonesia seperti pesawat CN-235 dan N-250, serta helikopter bell yang terkenal. Namun saat ini yang terjadi adalah suatu keadaan mati suri, hidup segan mati tak mau. Bagaimana ini terjadi?? Produk-produk IPTN tidak diminati pasar, pemerintah kurang bergairah dalam menyikapi perkembangan IPTN, tidak ada kebijakan yang bersifat melindungi produksi dalam negeri. Para ahli dan teknisi, lebih memilih bekerja pada perusahaan lain yang lebih menguntungkan, karena sebagai BUMN, gaji mereka terbilang cukup kecil dibanding perusahaan lainnya. Akhirnya, berbagai maskapai penerbangan komersil Indonesia lebih memilih menyewa pesawat ketimbang harus membelinya dari IPTN. Ratusan karyawan PT. DI di-PHK sebagai langkah perampingan perusahaan. Dengan kondisi yang demikian, jangan salahkan PT DI apabila terus merugi.
Mungkin apabila kita tengok, tidak semua BUMN mengalami nasib yang sama. Sebagai contoh lain misalnya, PT. GIA (Garuda Indonesia Airlines). Mereka masih terbilang cukup punya taring di kancah pelayanan transportasi udara tanah air. Mengapa?? Di samping manajemen yang telah berbenah mengikuti perkembangan zaman, Garuda juga mendapatkan “maha proyek” tiap tahunnya dengan adanya penyelenggaraan ibadah haji yang menggunakan penerbangan penuh oleh Garuda. “Perhatian” semacam inilah yang diharapkan diberikan pemerintah kepada BUMN. Namun demikian, kepuasan pelanggan memang harus diutamakan. Jadi perusahaan bukan dipilih karena memegang monopoli semata, namun benar-benar sebagai pilihan pelanggan karena kualitas layanan yang baik.
Apabila kita komparasikan, BUMN yang memonopoli kegiatan usahanya tidak akan dapat kita nilai secara signifikan, karena mau tidak mau pelanggan harus menjadi kliennya. Sebagai contoh : PLN, PT. KAI, PERTAMINA, dll dimana ada kecenderungan BUMN seperti ini akan menjadi sewenang-wenang karena tidak adanya rival dalam menjalankan usahanya. Lain halnya dengan BUMN yang bersaing dengan adanya rival sebagai manifestasi dari diaplikasikannya Good Governance, dimana sebagian dari tugas negara dapat pula dilaksanakan oleh organisasi privat dan non pemerintah. BUMN tipe ini akan lebih mengikuti selera pelanggan agar didapatkan kepuasan pelanggan yang bertujuan agar pelanggan tidak lebih memilih perusahaan lain.
Dari penjelasan tersebut, dapat kita lihat bahwa apabila BUMN yang bergerak bersama organisasi privat dalam satu bidang usaha masih menggunakan paradigma lama dan tidak responsif terhadap perkembangan, maka lambat laun BUMN ini pasti akan gulung tikar dilibas pesaingnya, sebagai contoh kasus saat ini adalah DAMRI, yang bergerak pada penyediaan transportasi dan pengangkutan darat. Apabila kita analisa lebih dalam, pengelolaan DAMRI masih berbasis paradigma lama, gaji pegawai rendah, armada kuno, pelayanan tidak ramah, kurang tepat waktu dan tidak sesuai jadwal, lambat, dan kurangnya jaminan kenyamanan, sehingga para pengguna jasa transportasi darat lebih memilih angkutan lain dibanding DAMRI. Kalaupun harus memilih DAMRI, itupun karena terpaksa tidak ada alat transportasi lainnya.
Hal-hal inilah yang harus diperhatikan benar-benar bagi pemerintah sebagai PR bagi usaha revitalisasi BUMN saat ini, yaitu : (1) Adanya perhatian atau dukungan terhadap gerak dan laju BUMN (2) Restrukturisasi manajemen BUMN itu sendiri menjadi paradigma baru dan lebih responsif (3) Tidak menjadikan BUMN sebagai bulan-bulanan dalam memenuhi kebutuhan di luar APBN (4) Reformasi budaya dan etos kerja pegawai dan organisasi internal BUMN.Semoga apa yang kami tulis dapat menjadi referensi bagi perkembangan BUMN kita saat ini. Apabila pada tahun ’45 kita berjuang mengangkat derajat dan martabat bangsa dengan mengangkat senjata, maka di era milenium ini, kita berjuang mengangkat derajat dan martabat bangsa lewat memajukan IPOLEKSOSBUDHANKAM kita, jangan malah menenggelamkannya!!

Tidak ada komentar: